Entah sejak kapan aku mulai memperhatikanmu. Menyukai semua
tingkah lucumu yang selalu bisa mengukir senyum manis di sudut bibirku. Terlihat
biasa saja memang, ketika semua orang tertawa lepas melihat sikap manjamu yang
mendayu. Namun bagiku tidak. Aku selalu ingin tahu lebih tentangmu. Wanita manis
dengan jilbab yang melekat kuat. Betapa shalehahnya dirimu. Itulah yang
membuatku selalu memperhatikanmu tanpa kamu tahu.
Pertemuan kita singkat. Diawali dengan pertemuan yang tak
sengaja di lobi sekolah. Aku memandangmu takjub. Betapa tidak? Kamu begitu
mempesona. Semua yang ada dalam dirimu hampir sempurna. Tidak ada celah bagiku
untuk mengkritikmu. Aku benar-benar dibuat takjub luar biasa. Entah mengapa
rasa yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya tumbuh seketika. Tuhan memang Maha
Tahu. Aku dibuat-Nya terpukau hingga akhirnya mulai detik ini aku ingin
mengetahui semua tentangmu.
Awal pendekatan ku mulai dengan sering menemuimu. Sering memberimu
perhatian kecil hingga akhirnya kita menjadi dekat. Dekat, dekat dan sangat
dekat. Sesederhana itu. Namun begitu manis. Perjuangan kecilku mulai kamu
hargai. Kamu mulai membuka mata dan tahu bahwa aku menginginkanmu. Kini, kita sering
bertemu diam-diam ketika bel istirahat di sekolah mulai berdering. Kita juga sering
menghabiskan waktu bersama. Jalan bersama, menonton film, atau hanya sekedar
belajar bersama ketika Ulangan Akhir datang. Aku menyukai semua hal itu. Aku senang.
Aku bahagia. Aku mampu mengenalmu sedalam ini. Aku juga mampu membuatmu terus
merindukanku ketika malam datang. Usahaku memang tak sia-sia. Semua yang aku
usahakan kini memang berbuah manis. Wanita yang dulunya hanya bisa aku sentuh dari
mimpi kini sudah dapat aku temui di depan mataku. Aku benar-benar tak pernah
jenuh melihat semua keindahanmu. Matamu yang sepertinya menyimpan secerca sinar
yang selalu menggeret mataku untuk terus menatap matamu. Suaramu yang lucu
selalu menggelitik, membuatku selalu rindu. Ya, itu semua membuatku benar-benar
jatuh. Membuatku benar-benar menginginkanmu. Kamu berhasil. Berhasil dengan
sangat sempurna.
Semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan. Aku sudah
sangat nyaman dengan semua yang kita lakukan saat ini. Aku menyayangimu. Sungguh.
Tapi entahlah, aku terlalu sulit mengatakannya. Aku tahu selama ini kita sudah
cukup dekat tanpa kejelasan yang pasti. Aku juga tidak tahu. Entahlah, skenario
Tuhan memang membingungkan. Aku, sebagai pelaku utamanya juga tak mengerti
mengapa kita hanya berhenti pada ketidakpastian. Mungkin aku terlalu takut
memberimu kepastian. Karena bagiku, kepastian adalah janji. Aku takut tidak
bisa menepati janji yang sudah aku berikan padamu. Semua itu bukan masalah
rasaku yang berbeda. Ketahuilah, rasaku ini masih sama. Masih meletup dengan
kuatnya. Sama seperti saat kita pertama bertemu di lobi sekolah.
Kita berjalan dengan keadaan yang masih sama. Masih sama-sama
tidak ada kepastian. Hingga saat ini aku juga masih belum berani untuk
memberimu kepastian. Memberimu janji. Memberimu kebahagiaan pasti. Entahlah,
aku hanya belum sanggup. Aku terlalu nyaman pada keadaan kita saat ini. Pada kita
yang tak terikat hubungan apapun. Yang tak terikat pada kepastian apapun. Aku terlalu
santai memang. Aku terlalu nyaman sehingga aku tak memikirkan perasaanmu.
Aku melihat sorot matamu di senja itu. Aku masih ingat,
kamu duduk manis dengan jilbab yang melekat menghadapku. Melihat mataku seperti
ingin menyuarakan sesuatu. Tampak ada kelelahan yang kamu bendung entah apa aku
tak mengerti. Tanganmu lembut menikam tanganku. Hangat. Aku terdiam sesaat
memandang keadaanmu. Hatiku agak bergetar. Entah mengapa aku juga tak paham. Aku
melihatmu sekali lagi. Kamu menunduk. Tangan kirimu menempel di dada. Entahlah,
ada rasa sakit apa yang sedang kamu rasakan. Aku benar-benar buta. Aku benar-benar
tak mengerti. Aku melihatmu lagi. Kali ini kamu mendongak pelan. Ada air mata
jatuh bercucuran dari kelopak matamu. Mataku melihat tajam. Seketika itu juga
hatiku terasa terjatuh. Sakit. Entahlah, aku benar-benar bisa menangkap apa
yang kamu rasakan. Aku bisa mengetahui semua yang ingin kamu sampaikan. Aku tak
tahan. Tanganku mengusap air matamu perlahan. Berusaha membuat hatimu tenang
kembali. Kamu seharusnya tidak perlu merasakan pedih ini. Cukup aku. Biarlah aku
yang menanggungnya. Biarkan aku yang bertanggung jawab. Seharusnya, rasaku ini
tak perlu kamu ragukan.
Bersambung….
Annisa Ulfah Miah
18 Maret 2014
“Thanks for
inspiration. This is for you all, my loyal readers :)
“