Senin, 01 September 2014

Kembali


            Sejak sebuah cinta kembali memancarkan silaunya. Siluet indah yang menyambar tak pernah henti membayangi setiap langkah yang aku tempuh. Langkah yang sebelumnya buram, hitam, kelam, dan tanpa tujuan. Kini berubah cerah dan lebih mantap. Karena sekarang ada sosok yang aku perjuangkan kembali. Pria yang dahulunya sempat menghilang entah kemana. Yang sempat memiliki dan dimiliki orang lain. Yang sempat membagi hatinya pada beberapa wanita. Ya, kini dia kembali. Bersanding lagi dengan hati yang telah lama menahan nyeri. Hati yang tak pernah letih berimajinasi bahwa ia akan kembali. Hati seorang pria yang akan aku perjuangkan untuk kedua kalinya. Meski tidak mudah, meski terlalu banyak hal yang selalu membuatku seakan runtuh. Tapi, harus aku akui, aku sangat membutuhkannya. Bukankah seorang yang dibutuhkan harus diperjuangkan? Sejenak aku sempat merenung dan menyakan pada diri sendiri. Apa aku salah memperjuangkan seseorang untuk kedua kalinya? Membiarkan hatiku kembali bersanding dengan hatinya? Apakah keputusan yang salah? Aku selalu menyimpan pertanyaan semu yang tidak mungkin terjawab itu.

            Ya, kembali. Kami kembali. Seperti sebelumnya, semua hal yang menjadi kebiasaan, kami lakukan kembali. Perpisahan yang pernah kami rasakan seakan cukup untuk memberikan rasa nyeri yang datang berkali-kali. Bagiku, kata “Kembali” mengubah banyak hal. Bagaimana bisa setelah perpisahan yang tak singkat, hati kami kembali disandingkan. Semua kesalahan yang pernah aku lakukan, kini bisa aku perbaiki. Aku menjadi lebih dewasa dalam mengambil keputusan dan tidak ingin kehilangannya untuk yang kedua kali. Mengapa? Karena aku masih memperjuangkannya. Aku tidak mau menyerah untuknya. Ya, sesederhana itu. Tapi, baginya, kata “Kembali” tidak mengubah banyak hal. Semua hanya terasa manis diawal. Ya, satu minggu saja. Ketika ia berusaha mengambil hatiku yang sempat beku. Mencoba membuka kembali dengan kunci yang mungkin masih ia simpan sedari dulu. Setelah itu, sama seperti yang lalu. Dia kembali berulah. Memberikan nyeri lagi. Memberikan luka lagi. Ya, begitulah kiranya. Namun, aku mengerti. Kami hanya perlu sedikit waktu untuk beradaptasi. Mengembalikan semua rasa yang  sempat terbawa angin sehingga terbang melayang jauh. Tidak. Tidak semuanya menghilang begitu saja. Masih ada sisa yang aku simpan sejak dulu. Memang sengaja aku simpan. Kalau-kalau dia kembali, aku hanya tinggal membuat rasa itu meletup lagi.

            Aku sering melihat beberapa wanita lain yang mendapat perhatian lebih dari pasangannya. Ya, semacam pasangan yang saling menunjukkan rasa cintanya. Iri? Tidak! aku tidak iri sama sekali. Aku bahagia dengannya. Aku menerima apa adanya. Terkadang terkesan bohong. Tapi memang seperti itulah. Aku menerima semua yang dia lakukan. Entah memberi bahagia atau bahkan memberikan perih luar biasa. Aku selalu menerima apapun itu. Mengapa? Masih juga kau tanyakan itu? Tentu saja karena aku memahaminya. Aku tahu semua tentang dirinya. Bagaimana dia bertingkah laku, bagaimana kebiasaannya, semua itu tak pernah luput dari pengamatanku. Karena dia beda, dan aku memahaminya. Maka dari itu, aku tak pernah merasakan iri tentang apa yang pasangan lain dapatkan dan tentang apa yang tak aku dapatkan dalam hubungan kami. Aku menyukainya. Karna aku jatuh cinta padanya begitu saja. Tak ada alasan yang mendasar untuk itu.

            Aku yakin, setiap hati tahu kemana ia harus pulang. Entah kepada orang yang baru, atau kembali pada orang yang pernah ditinggalkan. Setiap hati harus pulang. Pulang kepada orang yang sama-sama memahami. Kembali pada orang yang sama-sama mengerti. Itu adalah yang aku alami sekarang. Dia pulang kepadaku. Kepada hati yang pernah ia torehkan luka. Kepada hati yang sempat ia tinggalkan. Tapi karena aku memahaminya, aku masih menerimanya begitu saja. Meski terbayang masa lalu, aku masih berusaha memperjuangkannya. Ya, untuk membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik. Karena aku tidak mau kehilangannya, lagi.


“Setiap hati tahu kemana ia harus pulang untuk menghidupkan kembali ribuan angan. Sebuah hati yang tetap berani jatuh cinta meski tak yakin akan akhirnya. Tetap berani berjuang meski tak tahu, ia diperjuangkan atau tidak. Semua itu sederhana hanya karena tak mau kehilangan.”



Annisa Ulfah Miah

26 Agustus 2014