Berdiri. Mungkin tidak semudah sekedar menapakan kaki
pada sebidang tanah. Bukan sekedar mampu menegakkan otot-otot yang semalam
tidur nyenyak. Bukan juga untuk menentang langit apalagi menghantam apa yang di
depan. Berdiri itu adalah soal bertahan. Bagaimana bertahan jika tubuh
digoyahkan. Bagaimana bertahan bila hujan badai sempurna mengguyur badan yang
tak bersalah. Bagaimana bertahan pada panas terik yang membakar kulit. Berdiri adalah
soal bertahan. Bertahan pada pilihan sesulit apapun keadaan. Sesulit apapun
hingga kau benar-benar telah berdiri pada titik lelah. Sekali lagi, berdiri
adalah soal bertahan, sayang. Jika tubuhmu goyah oleh terpaan angin,
bertahanlah dengan seimbangmu. Jika hujan jatuh mengguyur tubuhmu yang gagah
itu, bertahanlah akan dingin yang siap memelukmu. Jika panas terik menyengat
kulitmu yang hitam manis itu, tetaplah bertahan sayang. Kau akan tetap menjadi
yang termanis disini.
Berdiri adalah bertahan sayang. Kau tahu, sungguh aku
berusaha berdiri untuk bertahan. Lebih tepatnya mempertahankan. Karena
kehilangan adalah menyakitkan. Karena kehilangan adalah takdir yang tak ingin
aku temui. Dan karena kehilangan akan mengubah semua menjadi kisah yang akan
ditinggal. Beranjak waktu, semua yang telah hilang akan muncul sebagai sebuah
memori yang berharap hilang. Sebagai sebuah gambar yang tak ingin muncul. Sebagai
sebuah video yang tak ingin diputar lagi. Karena kehilangan itu bukan inginku,
sayang.
Sayang, tahukah kamu? Bertahan denganmu adalah dengan
berdiri. Berdiri menentang dengan lantang. Tanpa peduli seonggok raga sebenarya
tak punya daya. Berdiri menghadap siapa saja yang datang menghadang. Mencoba menepisnya
meski tak semudah yang dibayangkan. Berdiri menjagamu lebih sulit daripada
harus menentang matahari. Lebih sulit bila harus menjaga tubuh agar tak goyah.
Kau tahu mengapa? Karena kau lebih berharga dari semua itu sayang. Bagaimana bisa
aku berdiri untuk bertahan jika tak ada tangan yang memelukku dari belakang. Bagaimana
bisa aku berdiri tegak bila tak ada pria hebat yang berdiri di depanku. Bagaimana
bisa aku berdiri kalau tak ada tubuhmu yang gagah disampingku. Aku berdiri
untuk mempertahankan. Untuk bertahan. Kepadamu.
Jika memang suatu saat aku harus terbaring karena aku
goyah, tolong pastikan tanganmu yang menangkapku. Jika memang tidak, pastikan
aku jatuh tepat di dadamu. Jika aku tersungkur, pastikan tanganmu terulur. Jika
memang tak ada, pastikan aku sudah ada dalam dekapanmu. Jika aku memang tak
goyah, kau perlu tahu satu hal sayang, intinya aku masih bisa berdiri
mempertahankanmu meski kau sesungguhnya lelah. Hingga detik ini, berdiriku
masih kokoh sayang. Tak goyah dan tak akan goyah. Apalagi lelah. Tidak sayang,
lelah bukan tujuanku untuk bersamamu. Kerikil itu, angin itu, dan terik
matahari bukan alasanku untuk lelah. Bukan tujuanku untuk behenti dan
tersungkur. Aku masih harus berdiri mempertahankan karena kau belum sempurna
aku dekap. Aku masih enggan memilih berpindah tempat, karena yakin kau masih
tujuan utama. Jika memang berpindah pun, aku tetap akan berdiri mempertahankan.
Bukan berjalan menghindar. Bukan menjauh. Bukan juga duduk manis menanti yang
lain. Sayang, kau perlu tahu hal lain, bahwa aku sungguh berdiri
mempertahankamu.
Kau tak perlu berdiri mempertahankan, sayang. Aku tahu
kau lelah. Aku tahu kau enggan berdiri bersama. Kau tak usah lakukan itu,
karena berdiri itu mempertahankan. Tidak selalu dipertahankan. Sayang,
dengarlah. Jika memang nanti kau memutuskan beranjak dan tak tinggal, kau
pantas melihatku hanya dari dalam rumah. Tersenyum mungkin, atau bahkan tertawa
bahagia. Biarkan aku yang menantang matahari. Biarkan aku yang berdiri hebat. Tak
ingin tersungkur. Tak ingin menyerah. Aku pastikan, aku akan baik-baik saja. Selama
niatku tak tersentuh setan. Selama aku masih ingin mempertahanku dalam dekap. Semoga
kau tak pergi sayang. Sudah aku katakan, kehilangan menyakitkan. Sudah aku
jelaskan, dan kau tentu paham. Semoga kau tak meninggalkan, karena aku tak
ingin ditinggalkan.
Ingat sayang, berdiri bukan sekedar menapak pada tanah. Tapi
mempertahankanmu dalam situasi sesulit apapun.
Annisa Ulfah Miah
Semarang, 30 September 2015
23.35 p.m.
Semarang, 30 September 2015
23.35 p.m.