Sebagai
seorang wanita yang dikodratkan mempunyai perasaan yang dalam,sesungguhnya aku
sering menyesal. Kau tahu, jika aku mencintai seorang pria saja, semua rasa
akan ku berikan tanpa terkecuali. Semuanya, hampir yang tak dia mengerti pun
aku berikan. Karena itu aku sering mengumpat, sial! Mengapa wanita dikodratkan
memiliki perasaan yang lebih dalam dan peka? Mengapa hanya wanita saja yang
sering merasa bahwa hatinya terluka? Mengapa hanya wanita yang kadang mencintai
berlebihan? Tuhan memang telah sempurna menciptakan wanita dengan perbandingan
perasaan yang lebih berat dibandingkan logika. Tapi mengapa? untuk menjadi ibu
yang baik bagi anak-anaknya kelak? Seorang ayah juga bisa menjadi ayah yang
baik tanpa harus memiliki bobot perasaan yang lebih berat dari pada logika. Atau
untuk menyeimbangkan ketika nanti seorang pria dan wanita bersatu? Sehingga bobot
perasaan dan logika bisa seimbang? Pernah aku membaca sebuah buku yang
membekas. Tak usahlah aku sebutkan apa judulnya dan siapa pengarangnya. Yang jelas,
dia adalah orang hebat. Dalam buku itu mengatakan bahwa wanita memang berhak
atas perasaan yang dalam. Berhak untuk merasakan dalamnya palung hati seorang
pria. Berhak atas air mata yang tumpah ruah. Air mata? Kau tahu betapa banyak
air mata yang sudah aku tumpahkan hanya untuk merasakan ini semua. Kadang aku
mengumpat hebat! Kata-kata kasar sering keluar ketika harus menyadari sebuah
nasib seorang wanita. Mengapa hanya wanitalah yang berhak untuk merasakan dalamnya
palung hati seorang pria? Mengapa pria tidak melakukan hal yang sama? Tidak adil?
Memang. Sangat tidak adil malah.
Sungguh
jika boleh memilih, balikan saja Tuhan perasaan seorang wanita menjadi perasaan
seorang pria dan sebaliknya. Buatlah mereka yang mencintai sedalam-dalamnya
palung hati seorang wanita. Buatlah mereka yang merasa terampas bahagianya. Buatlah
mereka yang menangis semalaman hingga lampu kamar sama sekali tak mau dihidupkan.
Buatlah mereka yang terbata-bata membaca isi hati seorang wanita. Balikan saja
Tuhan. Bah! Sama sekali tak akan terbalik. Memangnya dunia ini milikku sendiri?
Bukan kan! Ada tangan Tuhan yang luar biasa disana. Dan kembali lagi, perasaan
tidak bisa dibalikkan. Sekali lagi, ini adalah kodrat. Mungkin akulah
satu-satunya wanita egois yang sibuk memikirkan sebuah perasaan. Mungkin hanya
aku yang entah hidupnya terasa kurang bila belum mengobrak-abrik kata bernama
perasaan. Iya, mungkin cuma aku.
Sering
kali aku berpikir kodrat yang sungguh tidak adil. Namun, aku tahu mengapa Tuhan
menciptakannya demikian. Kini, Dia sudah membuatku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya
orang jatuh cinta. Tuhan memaksa perasaanku yang harus menyelami palung hati
seorang pria. Tuhan juga memaksaku untuk terus merasakan bagaimana bahagianya
menjadi seorang wanita. Seorang wanita dengan perasaan yang utuh. Dia
benar-benar memberiku sebuah jawaban tentang apa yang sudah sangat aku sesali. Dia
membuatku berpikir berulang kali untuk bisa menyerah pada seorang pria. Dia
membuatku mengerti. Sungguh bagaimana aku harus mencurahkan semua perasaan yang
dalam ini kepada seorang pria. Sialnya, Dia membuatku jatuh cinta padamu. Tanpa
sepengetahuanku, tanpa aku ketahui, ternyata perasaan dalam yang Tuhan ciptakan
pada seorang wanita itu sungguh bisa mengubah betapa kerasnya hati seorang
pria. Bisa meluluhkan hati yang benar-benar kokoh terkendali. Hebat! Tuhan
menciptakan perasaan yang sungguh hebat pada seorang wanita. Maaf, umpatan kemarin
adalah bentuk kekesalan, Tuhan. Tak ada maksud sama sekali untuk mencabutnya,
sungguh.
Kini
aku tahu, jika perasaan yang dalam ini dipergunakan dengan baik, akan bisa
mengubah banyak hal. Dari yang keras menjadi lembut. Dari yang merasa terbuang
menjadi disayang. Dari yang mulai lelah menjadi bisa bertahan. Hebat! Sebuah perasaan
yang hebat! Dan kini aku mau mempergunakan perasaan ini untukmu. Agar aku lebih
bisa menghargaimu. Agar tak ada lagi sifat egoisme yang manjadi selimut. Tenang,
aku sudah belajar banyak tentang perasaan. Semoga tidak sia-sia. Jika aku boleh
memilih sekali lagi, aku sungguh ingin tak ada yang harus kita perdebatkan
setiap hari. Tak ingin kau merasa kurang setiap kali aku menuntut. Aku tak
ingin melihatmu kembali merasakan sakit luar biasa itu, tidak. Aku tidak ingin
juga kau berhenti untukku hanya karena ini. Aku tidak mau melihatmu bersusah
payah membangun mimpi kita sendirian. Tidak akan ku biarkan tanganmu yang kuat
itu menjai gontai. Dadamu yang gagah itu tak akan ku biarkan kosong. Sampai senja
menentang pun, itu akan tetap jadi tempatku hingga nanti. Hingga nafas ini
terputus. Yakinlah, jika nanti jari kita tidak bisa bersatu lagi, jika nanti
setiap pagi kau tidak bisa kembali melihatku lagi, itu bukan karena aku pergi. Tetapi
sebaliknya. Karena kau yang sudah lelah dan memilih mundur. Tapi aku yakin,
kita bukan orang yang seperti itu, bukan? Kita akan selalu berada pada sejalur.
Tak peduli bagaimana nanti semua isi bumi menentang hebat. Tak peduli bahwa
nanti waktu kita sudah mati-matian diambil Tuhan. Aku yakin kau akan tetap
hadir sesempurna pria yang paling sempurna. Tak akan digantikan.
Jadi,
bila nanti kau sudah lelah, berikanlah tanganmu padaku. Akan aku genggam erat
hingga hangatnya merasuk. Akan aku peluk tubuhmu hingga kau benar-benar yakin
bahwa takkan ada tokoh yang meninggalkan dan ditinggal dalam kisah kita. Aku pastikan
takkan terjadi. Sekeras-kerasnya nanti banyak yang menentang. Kita juga harus
menentang meski hanya berdua.
Annisa Ulfah Miah
31 May 2015