Sabtu, 30 Mei 2015

Jangan Lelah Untukku



            Sebagai seorang wanita yang dikodratkan mempunyai perasaan yang dalam,sesungguhnya aku sering menyesal. Kau tahu, jika aku mencintai seorang pria saja, semua rasa akan ku berikan tanpa terkecuali. Semuanya, hampir yang tak dia mengerti pun aku berikan. Karena itu aku sering mengumpat, sial! Mengapa wanita dikodratkan memiliki perasaan yang lebih dalam dan peka? Mengapa hanya wanita saja yang sering merasa bahwa hatinya terluka? Mengapa hanya wanita yang kadang mencintai berlebihan? Tuhan memang telah sempurna menciptakan wanita dengan perbandingan perasaan yang lebih berat dibandingkan logika. Tapi mengapa? untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak? Seorang ayah juga bisa menjadi ayah yang baik tanpa harus memiliki bobot perasaan yang lebih berat dari pada logika. Atau untuk menyeimbangkan ketika nanti seorang pria dan wanita bersatu? Sehingga bobot perasaan dan logika bisa seimbang? Pernah aku membaca sebuah buku yang membekas. Tak usahlah aku sebutkan apa judulnya dan siapa pengarangnya. Yang jelas, dia adalah orang hebat. Dalam buku itu mengatakan bahwa wanita memang berhak atas perasaan yang dalam. Berhak untuk merasakan dalamnya palung hati seorang pria. Berhak atas air mata yang tumpah ruah. Air mata? Kau tahu betapa banyak air mata yang sudah aku tumpahkan hanya untuk merasakan ini semua. Kadang aku mengumpat hebat! Kata-kata kasar sering keluar ketika harus menyadari sebuah nasib seorang wanita. Mengapa hanya wanitalah yang berhak untuk merasakan dalamnya palung hati seorang pria? Mengapa pria tidak melakukan hal yang sama? Tidak adil? Memang. Sangat tidak adil malah.

            Sungguh jika boleh memilih, balikan saja Tuhan perasaan seorang wanita menjadi perasaan seorang pria dan sebaliknya. Buatlah mereka yang mencintai sedalam-dalamnya palung hati seorang wanita. Buatlah mereka yang merasa terampas bahagianya. Buatlah mereka yang menangis semalaman hingga lampu kamar sama sekali tak mau dihidupkan. Buatlah mereka yang terbata-bata membaca isi hati seorang wanita. Balikan saja Tuhan. Bah! Sama sekali tak akan terbalik. Memangnya dunia ini milikku sendiri? Bukan kan! Ada tangan Tuhan yang luar biasa disana. Dan kembali lagi, perasaan tidak bisa dibalikkan. Sekali lagi, ini adalah kodrat. Mungkin akulah satu-satunya wanita egois yang sibuk memikirkan sebuah perasaan. Mungkin hanya aku yang entah hidupnya terasa kurang bila belum mengobrak-abrik kata bernama perasaan. Iya, mungkin cuma aku.

            Sering kali aku berpikir kodrat yang sungguh tidak adil. Namun, aku tahu mengapa Tuhan menciptakannya demikian. Kini, Dia sudah membuatku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya orang jatuh cinta. Tuhan memaksa perasaanku yang harus menyelami palung hati seorang pria. Tuhan juga memaksaku untuk terus merasakan bagaimana bahagianya menjadi seorang wanita. Seorang wanita dengan perasaan yang utuh. Dia benar-benar memberiku sebuah jawaban tentang apa yang sudah sangat aku sesali. Dia membuatku berpikir berulang kali untuk bisa menyerah pada seorang pria. Dia membuatku mengerti. Sungguh bagaimana aku harus mencurahkan semua perasaan yang dalam ini kepada seorang pria. Sialnya, Dia membuatku jatuh cinta padamu. Tanpa sepengetahuanku, tanpa aku ketahui, ternyata perasaan dalam yang Tuhan ciptakan pada seorang wanita itu sungguh bisa mengubah betapa kerasnya hati seorang pria. Bisa meluluhkan hati yang benar-benar kokoh terkendali. Hebat! Tuhan menciptakan perasaan yang sungguh hebat pada seorang wanita. Maaf, umpatan kemarin adalah bentuk kekesalan, Tuhan. Tak ada maksud sama sekali untuk mencabutnya, sungguh. 

            Kini aku tahu, jika perasaan yang dalam ini dipergunakan dengan baik, akan bisa mengubah banyak hal. Dari yang keras menjadi lembut. Dari yang merasa terbuang menjadi disayang. Dari yang mulai lelah menjadi bisa bertahan. Hebat! Sebuah perasaan yang hebat! Dan kini aku mau mempergunakan perasaan ini untukmu. Agar aku lebih bisa menghargaimu. Agar tak ada lagi sifat egoisme yang manjadi selimut. Tenang, aku sudah belajar banyak tentang perasaan. Semoga tidak sia-sia. Jika aku boleh memilih sekali lagi, aku sungguh ingin tak ada yang harus kita perdebatkan setiap hari. Tak ingin kau merasa kurang setiap kali aku menuntut. Aku tak ingin melihatmu kembali merasakan sakit luar biasa itu, tidak. Aku tidak ingin juga kau berhenti untukku hanya karena ini. Aku tidak mau melihatmu bersusah payah membangun mimpi kita sendirian. Tidak akan ku biarkan tanganmu yang kuat itu menjai gontai. Dadamu yang gagah itu tak akan ku biarkan kosong. Sampai senja menentang pun, itu akan tetap jadi tempatku hingga nanti. Hingga nafas ini terputus. Yakinlah, jika nanti jari kita tidak bisa bersatu lagi, jika nanti setiap pagi kau tidak bisa kembali melihatku lagi, itu bukan karena aku pergi. Tetapi sebaliknya. Karena kau yang sudah lelah dan memilih mundur. Tapi aku yakin, kita bukan orang yang seperti itu, bukan? Kita akan selalu berada pada sejalur. Tak peduli bagaimana nanti semua isi bumi menentang hebat. Tak peduli bahwa nanti waktu kita sudah mati-matian diambil Tuhan. Aku yakin kau akan tetap hadir sesempurna pria yang paling sempurna. Tak akan digantikan. 

            Jadi, bila nanti kau sudah lelah, berikanlah tanganmu padaku. Akan aku genggam erat hingga hangatnya merasuk. Akan aku peluk tubuhmu hingga kau benar-benar yakin bahwa takkan ada tokoh yang meninggalkan dan ditinggal dalam kisah kita. Aku pastikan takkan terjadi. Sekeras-kerasnya nanti banyak yang menentang. Kita juga harus menentang meski hanya berdua.

Annisa Ulfah Miah
31 May 2015

Jumat, 08 Mei 2015

Janji



            Akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu untuk sekedar menatap langit. Kau tahu kenapa? Bulan akhir-akhir ini sempurna bulat. Indah sekali. Rasanya bila ditatap berdua aku sungguh tidak ingin bergeser. Sedikitpun tak akan. Menyandarkan kepalaku sambil bersenandung manja. Kau pasti juga akan merasakan hal yang sama bukan? Jika terpaan angin itu menghempas tubuhku, aku yakin kau pasti akan menangkisnya segera. Kau pasti takkan rela wanitamu ini menggigil kedinginan. Kau tahu? Entah sampai kapan kau akan tetap disamping walau kau selalu berkata untuk selamanya. Untuk seterusnya. Sungguh jika nanti kita benar-benar terpaksa terpisah karena jarak dan waktu masih maukah kau menangkis dingin yang menerpa? Masih maukah kau sekedar melindungiku? Kita sama sama tidak mengerti bagaimana waktu mengatur segalanya. Namun jika diijinkan aku sungguh tidak ingin kau hilang dari depan mata. Lenyap begitu saja dan pergi. Tidak akan aku biarkan. Sekuat apapun nanti aku sungguh ingin selalu berdua. Apakah kau juga demikian? aku sudah yakin aku memilih seorang pria yang tepat dalam hidupku. Sebagai seorang wanita yang sudah beranjak dewasa, tidak banyak lagi yang akan aku lakukan. Aku ingin menyelesaikan studiku dengan baik. Mempertahankan seorang pria yang memang suah menjadi pilihanku. Tidak untuk yang lain. Banyak beban yang masih aku pikul. Dan perlahan-lahan aku sungguh ingin melepasnya pada waktu yang tepat. Melepasnya bukan berarti membuang atau meninggalkan. Tetapi berusaha untuk menjadikan sebuah bahagia. Bukan sebuah beban.

            Dan kau sebagai pria yang aku pilih, aku sungguh berharap banyak padamu. Tidak ingin banyak bicara. Aku hanya ingin mempertahankan seorang saja. Setelah semua studiku berakhir dengan hebat, tak akan ada lagi keinginan selain membahagiakanmu dan orang-orang disekitarku tentu. Mewujudkan semua impian kita yang menggunung. Saling berusaha dan berdoa. Aku yakin, jika kau memang sudah tepat. Sudah layak untuk menggandeng lenganku berdua. Aku sudah yakin. Lantas mau apa lagi? Aku sungguh tidak ingin kau hilang. Kali ini aku benar-benar ketakutan. Mengapa? banyak hal rancu dan buruk selalu merasuk pikiran. Genggaman erat yang selalu engkau berikan itu sungguh akan selalu terikat kuat. Aku tidak akan rela jika ada tangan wanita lain yang kau genggam. Sungguh tak akan. Akan aku lakukan segala cara untuk membuatmu tetap berada isamping. Apapun itu. Kau tahu? Ketakutan ini semakin menguat. Sungguh aku hanya bisa mendongak membaca untaian doa yang selalu sama. Menyelipkan namamu dan impian kita. Bahkan ketika kita sedang shalat berdua. Kau tahu bukan, aku selalu menjadi yang terakhir. Kau tahu apa yang menjadi doaku? Ketika kau duduk didepanku mengumanangkan takbir. Mengajak sujud bersama. Hingga aku mencium tanganmu dan kau mencium keningku, kau tahu bagaimana rasanya? Luar biasa! Sungguh mungkin aku akan menjadi wanita yang paling bahagia. 

            Aku hanya berharap satu padamu dan itu selalu sama. Tak akan berbeda. Sesulit apapun nanti kau suah berjanji akan tetap disampingku. Ketika aku jatuh. Ketika aku tersungkur. Kau sudah berjanji akan menarik lenganku. Kau bisa membuktikan semuanya bukan? Aku percaya kau adalah pria yang berbeda. Aku yakin kau memang sudah ada untukku. Jadi, mari kita berusaha berdua. Mari kita membuat jejak untuk impian kita. Mari kita buat hidup kita lebih berarti satu sama lain. Kau mau melakukannya bukan? Mari kita wujukan semua yang masih semu. Kita buat angin yang menerpa kita sebagai sebuah pendorong bukan penghambat. Kita sama-sama yakin bukan? Jadi biarkan sekarang Tuhan yang bekerja bahwa sebuah hasil tak akan menghianati usahanya. Kau tetap ingin bertahan? Baiklah. Genggam tanganku dan serukan bahwa kita akan melewati semua dengan mudah. Rangkul bila kau sungguh tak ingin kehilangan. Dan selipkan aku dalam semua doamu agar kita tetap bisa berjalan walau dalam padang duri. Mari kita lakukan.


You don’t know what I feel now. But I’m sure you are that I need.
Annisa Ulfah Miah
8 Mei 2015