Jumat, 26 Juni 2015

Kau Buatku Sempurna

Kau berjuang untukku. Iya, aku tahu. Sama, aku juga melakukan hal itu untukmu. Berjuang. Membanting ego agar kita tak terlalu larut dalam keadaan hati yang pecah. Kau berusaha membahagiakanku? Sama. Aku pun demikian. Membuatmu bahagia bagiku adalah kewajiban. Kau sudah seharusnya bahagia bersamaku. Karena kau sudah memilihku, maka kau pun juga wajib untuk mendapatkannya. Kau berusaha menuruti semua yang aku inginkan, bukan? Nah, aku juga tak mau kalah. Aku berusaha keras menuruti semua permintaanmu. Meski aku tahu, aku lebih banyak gagal. Tidak bisa menuruti dengan sempurna. Ah, kalau dibanding denganmu, aku masih kalah jauh. Aku belum ada apa-apa. Sementara kau, kau sudah sempurna. Kau berniat tidak ingin membuatku bekerja membuat air mata. Akupun juga. Tapi yang aku tahu kau tidak terbiasa menangis, bukan? Aku mungkin belum jadi hal yang akan membuatmu menangis selain wanita hebat itu, Ibu. Aku mungkin belum bisa menciptakan kesadaran pada kehidupanmu. Tapi tunggu, semua itu tidak diciptakan dengan air mata. Iya, aku mengerti. Atau aku yang terlalu cengeng menghadapimu? Atau mungkin aku lelah? Atau aku sudah berada pada titik jenuh? Entahlah, akhir-akhir ini adalah hari berat bagiku. Mengapa? Kau tentu tahu, aku sudah tidak berguna. Tak bisa mengembangkan senyum. Membuatmu bahagia seperti biasanya. Mungkin aku memang sudah tidak berguna baik lagi. Ya, sungguh sulit menerima kenyataan bahwa kau sekarang sulit aku genggam. Tak seperti sebelum-sebelumnya. Aku menyadari tanganku sudah tak sekuat dulu untuk menggenggammu. Tak sekokoh dulu. Aku sangat menyadari. 

Lantas, apa mau Tuhan jika kini kita benar-benar didekatkan secara utuh kalau akan berakhir buruk? Lantas apa gunanya? Semuanya tak ada yang kebetulan bukan? Untuk apa kau dan aku berada dalam tempat yang sama kalau akan berakhir pada tempat yang berbeda? Untuk apa kita berjuang mati-matian hingga berdarah-darah kalau berakhir dengan hati yang patah? Untuk apa kita sama-sama merangkai mimpi bahagia kalau hanya berakhir dengan banyak luka? Lantas untuk apa Tuhan tetap membuat kita berada pada satu jalur? Jika hanya untuk mengajari, aku tidak membutuhkanmu. Aku punya banyak hal yang bisa mengajariku tanpamu. Jika hanya untuk menikmati waktu, aku juga tidak membutuhkanmu. Akan lebih baik waktuku untuk mencari sebuah bahagia. Aku membutuhkanmu untuk mengisi waktu. Bukan hanya sekedar menikmati. Tetapi juga ikut dalam hidupku. Tetap tinggal hingga senja tak mampu lagi untuk menyajikan keindahannya. Aku membutuhkanmu untuk hidupku. Sebagai pemimpin. Bukan sebagai pengajar. Aku belum sempurna. Maka, aku membutuhkan uluran tanganmu. Aku selalu yakin akan lebih baik jika ketika pagi datang kau masih disampingku. Akan lebih berarti bila setiap malam kau senantiasa menikmati waktumu untuk bermanja-manja dengaku. Aku membutuhkanmu untuk memyempurnakan hidupku. Kau tahu bukan? Perjalanan kita untuk sampai pada titik ini tidak mudah. Banyak rintangan yang tanpa kita sadari akan membuat salah satu dari kita jatuh. Dan aku ingin seterusnya diantara kita tak ada yang tertinggal. Kau mungkin tahu, jika memang semua ini adalah sebuah kebetulan, mungkin saat ini aku sudah menyerah untukmu. Aku sudah angkat tangan. Kau keras. Kau temperamen. Kau juga punya keinginan yang kuat. Dan aku yakin, tak banyak orang yang tahan menghadapimu. Tapi sungguh, jika memang ini adalah kebetulan, aku tidak mau dipertemukan denganmu. Aku tidak mau lelah menghadapi orang yang keras dan temperament. Aku tidak mau berdarah-darah. Namun, kau tahu? Aku sungguh ingin menjadi sebuah air untuk batu besar. Nah, batu besar itu adalah dirimu. 

Yakinlah, aku sungguh tidak ingin menyerah pada keadaan. Jika memang kau lambat laun membuatku lelah, akan ada semangat baru lagi yang tanpa kamu sadari selalu kamu berikan. Perhatian kecil, atau sebuah kecupan. Sungguh, membuatku ingin tetap tinggal. Aku ingin memghadapimu sampai kau melunak. Tidak ada batu keras yang temperament lagi. Tidak ada keinginanmu yang tak terpenuhi sempurna. Kau harus tahu, aku sungguh ingin hadir sebagai seorang wanita yang tetap ada meski saat kau tidak membutuhkannya sekalipun. Aku ingin jika nanti kau memanggilku, aku bisa langsung berlari ke arahmu. Membelai rambutmu sambil merekahkan senyum. Menuruti keinginanmu hingga kau merasa bahagia. Aku ingin mengabdikan waktuku bersamamu. 

Nah, kau kini mengerti bukan mengapa kita masih bisa berjalan hingga saat ini? Masih bisa bertahan dalam keadaan hati yang runyam? Iya. Karena kita masih mau memperjuangkan satu sama lain. Karena kita sama-sama menyadari bahwa pertemuan ini bukan kebetulan, namun adalah sebuah takdir Tuhan. Yakinlah, aku akan tetap selalu menjadi air bagimu. Sekeras apapun nanti kau menjadi sebuah batu, aku akan tetap berada disamping sebagai air. Hingga kau menyadari bahwa air inilah yang sesungguhnya kau butuhkan. Takkan ada yang mampu membuat kau melunak kecuali aku. Tolong, yakinlah padaku. Berikanlah seluruh hatimu agar aku tak kesulitan lagi menggenggamnya. Aku sungguh tidak ingin menyerah pada orang yang sama sekali tidak ingin menyerah untukku. Kau harus selalu ingat, bahwa aku membutuhkanmu untuk menyempurnakan hidupku.
26 Juni 2015
"Jangan ngambek lagi ya. Ily."
Sincerely, 
Yours.